Mereka yang berseringai-ria dibibir panggung
demonstrasi untuk memutahirkan marwah maskulinitas, berapi-api di depan
forum, setelah membuang tetek bengek hajat revolusi di depan massa aksi
biasanya mereka langsung konsolidasi dengan mawar-mawar yang tersaring di atas
panggung tadi, setelah itu membombardir mereka dengan ke-Aku-an
Chairil dengan mencomot puisi-puisian lewat pengalaman
empirik coba-gagal-dan-kandas dalam percintaan.
Siklus ini terus
mereka ulang sebelum mereka menemukan sosok yang pas untuk dibawa kondangan
atau dikenalkan kepada ibunda di teras rumahnya depan warung sekaligus modus
pintaan softcore untuk memesan kopi yang lagi hits masakini sekaligus melunasi
bon bulan sebelumnya.
Setelah beres
merudapaksa ketika bunda sedang diajak arisan oleh tetangga sebelah, mahluk
jenis ini pun seakan tak punya naluri untuk membereskan seprai yang koyak
dihantam tsunami hasrat dadakan yang memorable tersebut. Mukanya polos bak anak
SD. Ibunda dengan kasih tiada tara tentu tidak bisa diam melihat lingkungan
rumah yang tiba-tiba porak poranda ; makanan penganan, gelas kopi hits masakini
yang tadi di pesan, dan kemeja yang mewangi
dengan semburat parfum refil dan berca k
noda yang tak dapat teridentifikasi kecuali dibawa ke
Puslabfor.
"Oh, itu tadi bekas kena oli di bengkel, Bun. Montirnya
lagi galau sampe ngisi ulang oli muncrat- muncrat." Ibunda yang tulus tak
dapat membiarkan hal aib seperti ini, rumah yang resik adalah representasi iman
sebuah keluarga ujarnya.
Jadi, dari bangun tidur, pulang demo,
memporakporandakan seprai kamar, gelas kotor, piring bau, sampai meminjam dana
moneter ke warung depan rumah untuk insentif kopi dan rokok tetaplah menjadi
urusan Sang Bunda, atau jika mujur mawar-mawar baru yang terkesiap dapat
menjadi pahlawan krisis moneter (nyaris) permanen tipe aktifis donju ini
Sementara perut semakin buncit, karet pengaman selalu menipis, dan
senyum ibu warung yang menyimpul bak teror panoptikon akibat ekses menjadi
nasabah deposit warung, tipe seperti ini nampaknya
susah move on dari zona-basah-nyaman-dan-mengenyangkan.
Entah apa yang dipikirnya, mungkin sosok aktifis ini adalah tipe anak
kesayangan tuhan.
Jarang rasanya mendengar mereka rajin menulis ulang dakwah dosen di kelas.
Menjelang ujian semester mereka sibuk membuat kisi-kisi di fotokopi. Buku?
Jangan harap rak mereka penuh. Jika iyapun pastilah sudah berdebu karena lama
sudah halaman dijamah.
Forum yang mereka hadiri itu antara resah dengan pencarian dan terlalu lama
ditampar kesepian. Satu-dua eksekusi ide, setelah
selesai kembali senyap dengan kelompok serigala
tanpa taringnya. Dan menyisakan agenda berantakan yang berdebu karena tak
tereksekusi.
Pemuda ndonesia mesti berkaca pada generasi revolusi dan kolonialisme.
Semangat mereka membuat negara dimulai sejak usia belasan. Tentu zaman berbeda
tapi gairah tidak boleh lemah karena dibuai kenyamanan hidup di tanah surga
Nusantara.
Komentar
Posting Komentar