Presiden jokowi atas nama negara memberikan anugerah pahlawan kepada empat tokoh anak bangsa yang dianggap berjasa dan telah memberikan dedikasi penuh bagi Indonesia (Foto oleh Kompas/Ihsanudin).
Setiap tahun pemerintah memberikan gelar pahlawan
nasional sebagai apresiasi kepada anak bangsa atas dedikasinya dalam
mempertahankan kedaulatan tanah air Indonesia. Tanggal 10 november 1945 adalah
penanda semangat pasca revolusi Agustus dalam menegakan merah putih. Tepat pada
tanggal tersebut, di tahun 1945 Bung Tomo dan segenap elemen anak bangsa
bertempur sampai penghabisan mempertahankan kedaulatan republik dari tangan
agresor kolonialisme asing.
Ricklefs (dalam A
History of Modern Indonesia Since c. 1300 MacMillan) menyatakan setidaknya
jumlah korban 6,000 - 16,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000
rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. Sementara pasukan Inggris dan India
meninggalkan sekira 600 - 2000 tentara tewas. 10 November dikenang sebagai
salah satu pertempuran pertama dan terbesar pasca proklamasi 17 Agustus 1945
melawan para penjajah yang tak rela koloninya lepas bebas merdeka yang
sekaligus menggerakan perlawanan di seluruh Indonesia.
Dalam perjalanan sejarah, ketika Belanda menyerah
tanpa syarat pada 8 april 1942 wilayah Nusantara kemudian diduduki Jepang yang
baru sepekan mendarat di PulauJawa. 1945, hanya seumur jagung atau tiga tahun
setelah menduduki Indonesia,Jepang
menyerah tanpa syarat akibat Hiroshima dan Nagasaki dibom Amerika Serikat.
Pada
Agustus di tahun yang sama Sukarno-Hatta sempat diculik dan didesak oleh elemen
pemuda progresif seperti pemuda Wikana dan kawan-kawan untuk sesegera
mendeklarasikan kemerdekaan. Peristiwa itu dikenang sebagai peristiwa Rengas
Dengklok yang terjadi jelang pembacaan proklamasi 17 Agustus 1945 di Jakarta.
Pada minggu kedua September 1945, Inggris mendarat di Jakarta dan sebulan
kemudian pada 25 November 1945 juga mendarat di Surabaya.
Kedatangan
Inggris atas nama keputusan sekutu AFNEI (Allied
Forces Netherlands East Indies, literal : Kekuatan Sekutu Hindia Timur Belanda)
bertugas melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan
Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Bersama NICA (Netherlands Indies Civil Administration,
literal : Pemerintahan sipil Hindia Belanda) ternyata Inggris hadir untuk
mengembalikan Indonesia ke dalam jajahan Belanda. Hal ini tentunya semakin
menimbulkan pergolakan di berbagai daerah di tengah usaha menyapu bersih anasir
Jepang.
Pemerintah
mengeluarkan maklumat 31 Agustus 1945 yang mnyatakan bahwa per 1 september sang
saka merah putih wajib dikibarkan di seluruh penjuru tanah air. Dalam situasi
genting dan memanas tersebut Mr. W.V.Ch. Ploegman melalui kaki tangannya
mengibarkan bendera Belanda tanpa koordinasi dengan otoritas republik di
daerah. Kontan, pengibaran bendera merah-putih-biru di tingkat teratas sebelah
utara Hotel Yamato tersebut mengundang kemarahan republiken setempat.
Residen
Soedirman datang mendatangi Yamato dikawal Sidik dan Hariyono untuk berunding
dengan Ploegman. Bendera penjajah tersebut ditolak untuk diturunkan. Alih-alih,
Ploegman mengeluarkan senjata mengakibatkan baku hantam dalam dialog tersebut.
Ia seketika tewas oleh Sidik yang mencekiknya, sementara Sidik tewas didor
serdadu Belanda yang berjaga di sekitar.
Seketika
peluru menyalak dan dua orang tewas di depan mata, Soedirman dan Hariyono
keluar menyelamatkan diri. Massa yang sudah menyemut ternyata sedang berebutan
berusaha menurunkan bendera Belanda. Yang terjadi kemudian, Hariyono yang
tadinya bersama Soedirman balik arah bersama Koesno Wibowo untuk menurunkan
bendera, warna biru dirobek, merah putih berkibar.
Konfrontasi
fisik akhirnya tidak terelakan, 27 Oktober 1945, baku hantam IndonesiaInggris
pun terjadi dalam skala meluas di daerah dengan jumlah korban besar di kedua
belah pihak. Jenderal D.C. Hawthorn akhirnya turun tangan dan meminta
Sukarno meredakan pertempuran.
Situasi semakin genting, meski genjatan senjata
ditandatangani dua hari kemudian, baku hantam pasang surut dan tak dapat
diprediksi. Puncaknya menuju sekira pukul 20.30, 30 Oktober 1945, Jendral
Mallaby yang berpapasan dengan milisi republik tewas dengan sebuah tembakan dan
hangus terbakar dalam mobil Buick
yang dikendarainya ketika melewati jembatan merah setelah digranat pemuda
pejuang yang sampai sekarang belum diketahui identitasnya.
Kematian petinggi militer Inggris di Jawa Timur
tersebut masih menyisakan misteri apakah dilakukan oleh milisi republik atau
disebabkan oleh tentara India yang berada di sekitar Mallaby dan tidak
mengetahui genjatan sehingga memantik pertempuran yang menewaskan petinggi
sekutu tersebut.
Insiden ini yang pasti meledakan amarah penggantinya,
Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh. Ia mengeluarkan ultimatum 10
November 1945 dan meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan
perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA dengan tangan di atas
kepala. Hal ini tentunya ditolak mentah-mentah oleh seluruh elemen republiken
mulai dari Tentara Keamanan Rakyat, tokoh kyai dan pesantren, organisasi massa
perjuangan, dan rakyat Indonesia umumnya.
Bung Tomo sedang berpidato di hadapan rakyat Jawa
Timur. Di Jalan Mawar, Surabaya, siaran Radio Pemberontak yang dipimpinya
selalu ditunggu para pendengar setia. Bung Tomo berpindah siaran antara
Surabaya-Malang menghindari marabahaya seperti kesaksian K'tut Tantri seorang
penulis kebangsaan Amerika dan penulis Revolt in paradise yang saat itu berusia
47 tahun dan menjadi sejawat penyiar si bung (Foto Dok. Keluarga/Tempo).
Bung Tomo adalah salah satu ikon pada palagan
Surabaya tersebut. Agitasi yang dikumandangkannya dalam siaran radio
membangkitkan pemuda Surabaya dan Indonesia dalam mempertahankan negara sampai
penghabisan. Pekiknya di balik mikrofon antara Surabaya-Malang dan buruan nyawa
tak menyurutkan nyali pemuda keturunan Sumedang-Madura tersebut. "Darah
pasti banyak mengalir. Jiwa pasti banyak melayang. Tetapi pengorbanan kita ini
tidak akan sia-sia, Saudara-saudara. Anak-anak dan cucu-cucu kita di kemudian
hari, insya Allah, pasti akan menikmati segala apa hasil daripada perjuangan
kita ini,"
Pemerintah Indonesia sendiri baru memberikan gelar
pahlawan nasional kepada Bung Tomo pada 2008 melalui Menteri Komunikasi dan
Informatika Kabinet Indonesia Bersatu, Muhammad Nuh setelah sebelumnya ada
aspirasi dari Gerakan Pemuda Ansor dan Fraksi Partai Golkar.
Pada 2016 pemerintah hanya memberikan gelar pahlawan
nasional ini kepada seorang anak bangsa yang berasal dari organisasi massa
Islam terbesar dan merupakan tokoh Nahdlatul Ulama (NU), KH As'ad Syamsul
Arifin.
Sedangkan di 2017 Jokowi menandatangani gelar
pahlawan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 115/TK/Tahun 2017 tentang Penganugerahan
Gelar Pahlawan Nasional. kepada empat figur anak bangsa yaitu Tuan
Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, Laksamana Malahayati, Sultan
Mahmud Riayat Syah, dan Lafran Pane.
Bergelar Al-Akh Al-Fadhil Al-Kamil Al-Syaikh Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid AlAnfanny, artinya, saudara yang mulia, sang jenius
sempurna, guru terhormat Zainuddin Abdul Madjid, dikarenakan prestasi akademik
menyelesaikan studi dalam 6 tahun.
Gelar dalam ijazahnya ini ditulis seorang ahli khat langsung oleh Al-Khathtath Syaikh Dawud ar-Rumani (Foto Wikimedia).
Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
ulama kharismatik kelahiran Kampung Bermi, Desa Pancor, Kecamatan Rarang Timur,
Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 20 April 1908 ini berjasa mengembangkan
modernisasi dunia Islam khususnya di NTB dan anti kolonialisme Belanda.
Buyutnya, Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513-1530
M) merupakan pendiri Kerajaan Aceh Darussalam. Keumalahayati merupakan pemimpin
Inong Balee yakni pasukan para janda yang pasangannya gugur di medan perang
melawan Belanda. Jabatan resminya adalah Kepala Barisan Pengawal Istana
Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil
Alauddin Riayat Syah IV (Foto Wikimedia).
Malahayati di era monarki Nusantara berperan dalam
peperangan melawan Belanda pada 1559 yang menewaskan Cornelis De Houtman. Pada
1606, perempuan Aceh tersebut menghadapi pertempuran dan mengalahkan Portugis
dengan Darmawangsa Tun Pangkat atau Sultan Iskandar Muda.
Lafran
Pane dikenang sebagai sosok intelektual yang sederhana. Lukman Hakiem koleganya
di Himpunan Mahasiswa Indonesia menyaksikan profesor ini sering mengayuh sepeda
daripada menggunakan kendaraan bermotor seperti mahasiswanya (foto Wikipedia).
Lafran
Pane ialah seorang pemuda intelektual muslim berjasa mendorong gerakan pemuda
Indonesia dengan organ Himpunan Mahasiswa Indonesia yang diampunya sedari pada
5 Februari 1947. Juga berperan dalam menentang pergantian ideologi dari
Pancasila ke pelukan Komunisme.
Lukisan Sultan Mahmud Riayat Syah dalam salah satu
acara. Aktual.com melansir laporan pejabat Inggris di Penang tahun 1788 yang
mengatakan bahwa Sultan Mahmud Riayat Syah merupakan penguasa terbesar dan
jenius di kalangan Melayu berdasar arsip Indies Office House 10-1-1788/SSR,
31.80 dalam vOS, 1993 (Foto Aktual.com). Sultan Mahmud Riayat Syah ialah sultan
Kerajaan Lingga sejak berumur dua tahun pada 1761 dan merupakan pemimpin
tertinggi Kerajaan Johor-Riau-Lingga dan Pahang. Sultan Mahmud Syah III ini
terlibat dalam pertempuran melawan penjajah Belanda dalam peperangan seperti di
Teluk Riau dan Teluk Ketapang Melaka pada tahun 1784. Di masanya ia berperan dalam perkembangan strategi
ekonomi, kerjasama regional, dan militer.
Kepada
Tempo 9 November 2017 di Aula Gatot Subroto Markas Besar TNI, Cilangkap,
Panglima TNI Gatot Nurmantyo menyatakan bahwasanya hari pahlawan adalah momen
untuk mencontoh dedikasi para pahlawan di masa lalu yang berjuang tanpa lelah,
pamrih dan membedakan latar. Kepentingan untuk kehidupan anak cucu yang lebih
baik adalah salah satu alasannya, "Semua berjuang untuk memberikan anak
cucunya ya kita ini untuk hidup menikmati kemerdekaan yg diberikan atas
perjuangan pahlawan," tambahnya, “Jadi mari bersatu, jangan saling
menghina, mencaci maki, tetapi kita bersatu membangun bangsa ini, seperti
pahlawan kita.”
Menteri
Sosial Khofifah Indar Parawansa, seperti dillansir Tempo, Kamis, 9 November
2017, menyatakan jumlah anugerah gelar pahlawan nasional sampai 2017, "173
orang terdiri atas 160 laki-laki dan 13 perempuan. Para pahlawan tersebut ada
yang berasal dari sipil dan TNI-Polri." Parameter pahlawan nasional tidak
hanya berlaku bagi anak bangsa yang terlibat langsung dalam konfrontasi fisik
seperti dalam peperangan konvensional, tambahnya, "Jadi penyandang gelar
pahlawan nasional bukan hanya mereka yang berjasa di medan perang saja, tetapi
mereka yang juga berjasa di bidang lain yang gaung dan manfaatnya dirasakan
secara nasional,"
Situs
Setneg menerangkan prasyarat penganugerahan pahlawan nasional berdasarkan UU
Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan:
1.
Masyarakat mengajukan usuian Calon Pahlawan
Nasional yang bersangkutan kepada Bupati / Walikota setempat.
2.
Bupati / Walikota mengajukan usuian Calon Pahlawan
Nasional yang bersangkutan kepada Gubernur melalui Instansi Sosial Provinsi
setempat.
3.
Instansi Sosial Provinsi menyerahkan usulan Calor
Pahlawan Nasional yang bersangkutan tersebut kepada Tim Peneliti dan Pengkaji
Gelar Daerah (TP2GD) untuk diadakan penelitian dan pengkajian.
4.
Usulan Calon Pahlawan Nasional yang menurut
pertimbangan TP2GD dinilai memenuhi kriteria, kemudian diajukan oleh Gubernur
selaku Ketua TP2GD kepada Menteri Sosial Rl selaku Ketua Umum Tim Peneliti dan
Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP).
5.
Menteri Sosial Rl c.q. Direktorat Jenderal
Pemberdayaan Sosial / Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan dan Kesetiakawanan
Sosial mengadakan penelitian administrasi.
6.
Usulan Calon Pahlawan Nasional yang telah memenuhi
persyaratan administrasi kemudian diusulkan kepada TP2GP untuk dilakukan
penelitian dan pengkajian.
7.
Usulan Calon Pahlawan Nasional yang menurut
pertimbangan TP2GP dinilai memenuhi kriteria, kemudian oleh Menteri Sosial Rl
selaku Ketua Umum TP2GP diajukan kepada Presiden Rl melalui Dewan Gelar, Tanda
Jasa dan Tanda Kehormatan guna mendapatkan persetujuan Penganugerahan Pahlawan
Nasional sekaligus Tanda Kehormatan lainnya.
8.
Upacara penganugerahan Pahlawan Nasional
dilaksanakan oleh Presiden Rl dalam rangka peringatan hari Pahlawan 10
Nopember.
Momentum
November sebagai hari pahlawan adalah upaya guna menjangkarkan kesadaran
bahwasanya Indonesia bisa berdiri atas perjuangan darah dan keringat pendahulu.
Hari pahlawan senyatanya bukanlah sekedar selebrasi dan seremonial tetapi
ajakan kepada segenap elemen anak bangsa untuk mengisi hari esok dengan etos
dan kerja positif dalam berpartisipasi membangun bangsa dan negara sesuai
dengan minat dan dunia sendiri. Hari pahlawan sejatinya bukan bentuk
pengkultusan melainkan upaya untuk meneruskan perjuangan membangun Indonesia.
Maka, jangan meninggalkan sejarah kata si Bung Besar Sukarno!
Komentar
Posting Komentar