Gus Dur dan Pramoedya Ananta Toer dua anak bangsa yang telah selesai dengan dirinya dan masa lalu. Pada sebuah
pertemuan Gus Dur menyatakan permintaan maaf kepada Pram yang dianggapnya
representasi golongan yang ditindas di era 1965. Oleh penulis yang karyanya
telah dialihbahasakan sekitar 45 bahasa ini permintaan maaf Gus Dur pun
dipertanyakan kejelasannya ; apakah sebagai representasi pribadi atau PBNU.
"Ya sudah, kalau mau nggak repot anggap saja itu komentar dari PBNU,"
balas presiden ke-4 Indonesia tersebut seperti penuturan Zastrow el-Ngatawi
yang menjadi saksi pertemuan historis di Wisma Negara 27 Oktober 1999.
Anugerah gelar pahlawan nasional adalah bentuk apresiasi
pemerintah terhadap sumbangsih anak bangsa yang telah mendedikasikan jiwa dan
raganya bagi tegaknya Indonesia. Dari 1945 sampai 2017 setidaknya terdapat 173
figur yang dinilai telah memenuhi prasyarat dan layak mendapatkan gelar
pahlawan nasional.
Secara kuantitas komposisi figur yang telah mendapatkan
gelar tersebut terdiri atas 160 laki-laki dan 13 perempuan. Para pahlawan
tersebut berasal dari kalangan sipil, Tentara Nasional Indonesia, dan
Kepolisian Republik Indonesia.
Pada tahun ini Gus Dur, atau pemilik nama lahir Abdurahman
ad-Dhakil, presiden Indonesia ke-4 kembali menjadi kandidat penganugerahan
gelar tersebut. Namun, Jimly Assiddiqie, Wakil Ketua Dewan Pakar, memandang
pemberian gelar kepada salah satu tokoh Nahdlatul Ulama tersebut terlalu dini.
Pemerintahan Jokowi memprioritaskan figur pahlawan pada
sosok-sosok yang berjasa di sekitar abad 17 dan 18 guna menghindari bias. Hal
ini senada dengan pernyataan Jimly kepada awak media akhir Oktoberlalu seusai
bertemu presiden di Istana Kepresidenan, "Kalau yang masih baru nanti bias
kami menilai. Bisa saja generasi yang akan datang menilainya."
Menurutnya Gus Dur pasti akan memenuhi syarat untuk
mendapatkan gelar pahlawan nasional hanya saja momentumnya dipandang terlalu
cepat. "Istilah kasarnya kuburannya masih basah," tambah dia seperti
dilansir Kompas.com. Pada BBC Indonesia (9/11/17), Jimly menyatakan hal senada,
“Yang ratusan tahun saja belum (dijadikan pahlawan nasional), yang kuburannya
belum kering masa didahulukan. Pahlawan yang terlupakan perlu didahulukan. Masa
ditunda-tunda lagi. (Yang baru wafat) belum tentu tidak pantas, tapi ini soal
urutan, jadi tidak perlu dipersoalkan."
Pernyataan Jimly tentu berbeda dengan
kenyataan sejarah ketika Sukarno mengangkat Alimin, seorang tokoh pergerakan
kemerdekaan Indonesia dan merupakan tokoh komunis Indonesia, yang diangkat
menjadi pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden No. 163 Tahun 1964 tertanggal
26 Juni 1964 tepat dua hari setelah kematiannya.
Alimin merupakan salah satu tokoh
kharismatik elemen kiri di zamannya. Pasca 1965 tokoh kiri Indonesia yang
mendapatkan gelar pahlawan nasional hanya Tan Malaka dan Alimin.
Gus Dur masuk sebagai kandidat
pahlawan nasional tahun 2017 bersama Sembilan figur lainnya dari delapan
provinsi di Indonesia. Satu di antaranya terdapat nama Abdul Rahman Baswedan.
AR Baswedan yang merupakan kakek Gubernur DKI Anies Baswedan ialah jurnalis dan
pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia juga yang pernah menjadi Wakil Menteri
Penerangan tahun 1946 hingga 1947 pada era Sukarno. Selain mendirikan Persatuan Arab Indonesia, AR Baswedan meninggalkan kenyamanan sebagai jurnalis di harian Matahari demi berkecimpung dalam dunia politik dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Tampak dalam foto
sang cucu, Anies Baswedan, di sela peluncuran buku biografi "AR Baswedan,
membangun bangsa merajut keindonesiaan" di Jakarta 2014 silam.
Presiden Jokowi telah menekan Keputusan Presiden Nomor 115/TK/Tahun 2017 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional dan menganugerahkan gelar pahlawan nasional tahun 2017 kepada empat figur anak bangsa yaitu Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, Laksamana Malahayati, Sultan Mahmud Riayat Syah, dan Lafran Pane.
Cepat atau lambat sosok kharismatik lintas keyakinan ini
masih punya kesempatan mendapat gelar pahlawan di masa depan sesuai prasyarat
UU No. 20 tahun 2009. Nilai universal dan demokrasi yang telah diperjuangkannya
adalah legasi bagi anak negeri, dengan atau tanpa gelar formal dari negara
nyatanya Gus Dur sudah menjadi tauladan dan pahlawan di hati sebagian
masyarakat Indonesia. Perkara gelar, mungkin Gus Dur hanya akan berkata,
"Gitu aja kok repot."
_____
Foto Gus Dur dan Pram oleh Dok. Infoblora.com tangkap layar dari Liputan6.com. Foto Anies Baswedan oleh Dany Permana/Tribunnews.com. Foto Alimin dok. Historia.com.
Komentar
Posting Komentar