Majalah Tempo berulang tahun ke empat puluh lima. Majalah ini dapat dikatakan salah satu barometer jurnalisme Indonesia selain nama lainnya yang juga tidak kalah pentingnya berkontribusi dalam memajukan peradaban manusia Nusantara modern melalui karya jurnalistik.
Angka menuju dekade ke lima tentu
memberi banyak warna terutama bagi mereka yang sedari awal meletakkan batu
pertama bagi berdirinya media serius ini. Kali pertama menyentuh Tempo karena
prodi Jurnalistik mau tidak mau memaksa saya mengenal ragam identitas media.
Dari ranah pop hingga tipe investigatif. Tempo tentu termasuk kategori
terakhir.
Sehingga identitas ini pun yang
kadung dicap sebagai merek dagang dalam kancah industri media yang dikenal dan dikedepankan
oleh Tempo. Rubrikasi dan gaya tulisnya yang baku juga tidak saja mengenalkan
sudut pandang perihal teknis, pembaca dibawa ke ranah liputan mendalam yang
menjadi gaya majalah ini. Dan tentunya mendapatkan informasi dan pengetahuan
berharga yang disajikan dengan bernas melalui data dan fakta.
Kemendalaman gaya penuturan a la sastra juga lekat dalam teknik penulisan
yang presisi dan manusiawi. Dengannya, tak terasa kita akan dibawa mengalir ke
laman terakhir.
Tempo dapat diakses oleh siapa saja. Meski segmentasi pasar spesifik tapi
masyarakat awam pun dapat menikmati aneka karya dan substansi media ini yang
selalu mengulas pada hal aktual dan menyangkut kepentingan khalayak banyak
dalam tiap reportasenya.
Di tengah kemudahmurahan akses era informasi ini siapapun dapat leluasa
berkelindan dari satu laman dalam satu portal dan lainnya bahkan menerabas
batas geokultural. Anda dapat membaca pekabaran terkini dari garis depan di
Syria, mengetahui jejak karya terbaru musisi kesayangan, atau menelisik laporan
tentang orang yang anda kagumi melalui berkas-jejak liputan media cukup dari
layar datar dengan akses kuota seribu-lima ribu rupiah untuk kurun waktu
tertentu.
Gemlombang ledakan media baru memang memberi ekses dengan ditutupnya media
raksasa di Amerika sana bahkan Sinar Harapan dan The Jakarta Globe menutup
edisi cetaknya. Sementara Tempo masih tegak sesuai dengan kerangka
pengalamannya semenjak Orde Baru hingga euforia pasca reformasi di tangan
Jokowi - Jusuf Kalla.
Kekuatan informasi tentu harus sebanding dengan fondasi internal yang
mapan. Bagaimana menjalankan roda industri informasi dengan kekuatan dapur yang
stabil. Dua hal ini yang musti memerlukan penanganan serius. Dapur yang kuat
tanpa informasi yang sehat hanya membuang energi keberlimpahan informasi.
Sementara media sebagai lembaga informasi tanpa tata kelola perusahaan hanya
akan memperpanjang tenaga alih daya tanpa harapan dan pendek langkah lembaga
itu sendiri.
Sumber daya manusia dalam
industri media memegang peranan krusial. Banyak lembaga media mejadikan aset
berharganya ini hanya sebagai robot tanpa usaha bagaimana memberdayakan
sekrupnya itu sendiri sebagai bagian yang setara dan esensial bagi
keberlangsungan. Tentu miris jika di usianya menjelang dekade ke lima masih
terdengar pemecatan sepihak kontributor daerah oleh manajemen Tempo. Bekerja
demi peradaban dimulai dari teras sendiri, bukan? Dan hal ini berlaku bagi
semua tidak saja pelaku industri skala besar.
_____
Foto ilustrasi Pixabay.
Komentar
Posting Komentar