Ini bukan
sekolah pada umumnya
Yang
biayanya kerap menyusahkan orang tua
Ini bukan
pula Yayasan yang mengharap bantuan
dari belas
kasihan dan uluran tangan
kami punya
sikap, tangan kami selalu di atas untuk memberi
bukan
menengadah meminta
Kalau kami
diberi bantuan jangan buat aturan
Begitulah
prolog dari enam bait paragraf sebuah puisi manifest coretan doank dari
Kandang Jurang Doank yang didirikan atas inisiasi Dik Doang tersebut. Ditengah gemerlap selebritas dunia keartisan
nasional, dari tahun 1993 bermarkas awal di Angkasa Pura, tak banyak artis
lokal seperti sosok ini yang sejauh hari
sudah bertekad keras mendirikan sebuah sekolah komunitas yang berbaur dengan
alam dan bersahabat dengan kearifan budaya lokal dapat bertahan hingga
sekarang.
Sekolah
Alam Kandang Jurang Doang memang penuh dengan filosofi art and culture,
dua hal ibarat sisi mata uang koin ini memberi nyawa kepada proses identifikasi
sekolah alam tersebut. Sampai medio sembilan puluhan, tepatnya tiga tahun
sebelum Presiden Soeharto lengser ke prabon, sekolah ini memiliki
sembilan sampai enam belas anak siswa saja yang belajar dan berproses.
Pun di
tahun 1997 ketika dipindahkan ke komplek Alvita, Sawah Baru, Ciputat yang hanya
diisi oleh gelak riang dua puluh lima anak yang bersedia belajar dan berproses.
Tapi hidup adalah proses, proses adalah perubahan, dan perubahan tersebut yang
menandakan sebuah kehidupan, dengan kalimat filosofi ini lah kemudian proses
pematangan Kandang Jurang Doank semakin menjadi.
Tahun 2005
kelas baru mulai dibuka kembali untuk berjuang meningkatkan dunia kreatifitas
dan memupuk identitas generasi muda Indonesia sebagai salah satu penentu arah
perjalanan bangsa. "Mereka adalah embrio, cikal-bakal, bibit-tunas, kemana
mata anak panah bangsa ini akan melesat sangat tergantung kepada mereka. Jadi
kepada merekalah kita menitipkan bangsa ini. Apakah akan menjadi bangsa peniru,
bangsa penjiplak atau bangsa pencipta," tuturan Dik Doank dalam laman
resmi Sekolah Alam Kandang Jurang Doank.
Berkat
kerja cerdas dan determinasi iman serta dukungan masyarakat sekitar, beberapa
komunitas, lembaga dan instansi yang sepaham dengan arus filosofi komunitas
kreatif tim Kandang Jurang Doank menjadikan sekolah alam tersebut berdikari
diatas kaki sendiri. Sampai penghujung 2010 laman resminya melaporkan terdapat
1.500 siswa aktif yang mengikuti proses belajar bermain bersama alam, dengan
catatan, fasilitas Lapank Doank 800 orang, Kampunk Doank 450 orang,
Perpustakaan Doank 70 orang, Kandank Jurank Doank 500 orang.
Fasilitas
pendukung pembelajaran lainnya berupa panggung,
musholla, studio, kolam ikan, arena bermain, kelas A dan kelas B, dan
proses penyelesaian tahap akhir pembangunan Kolesium yang bisa menampung sekira
600 orang.
Adapun
kegiatan rutin yang ada sekarang di sekolah alam terebut adalah memandikan
kerbau, hiking di sawah, menanam padi, menangkap ikan, flying fox, perahu
kampret ( bentuk permainan motivasional
dengan medium air untuk berusaha mendayung tanpa mengenal lelah), jembatan
ranting (bentuk permainan motivasional untuk melatih menghilangkan rasa takut),
dan tangga monyet (bentuk permainan motivasional untuk melatih anak
menyelesaikan apa yang telah dimulai).
Ditengah
sistem dan kurikulum resmi yang kaku kehadiran Kandang Jurang Doank ini dapat
menjadi oase dari kemiskinan dan kobodohan yang menghantui generasi masa depan
nusantara dengan terus berproses menemukan titik kebaruan dan pencerahan untuk
tetap menjadi 'hidup' dan merdeka.
Kandang
Jurang Doank tidak menawarkan proses berjuta rupiah untuk setiap aktifitas yang
akan membawa anak-anak ke alam perenungan ketika berinteraksi dengan kerbau,
menginjak lumpur sawah, berbecek ria mencari ikan, hingga permainan jembatan
ranting guna mengatasi rasa takut yang biasa melanda anak produktif usia
sekolah pada umumnya. Di kandang ini anak akan belajar untuk tidak berbasa-basi
menjadi diri.
Jika kita
malas akan tertindas. Jika kita bodoh akan dicemooh. Jika kita alpa akan
tergoda. Jika kita lemah akan dijajah. Jika kita ragu akan ditipu. - Dik Doank.
Komentar
Posting Komentar