Amok,
mungkin salah satu warisan bahasa dunia yang berasal dari rumpun melayu seperti
Indonesia untuk mengambarkan tentang kekuasaan massa yang membringas. Begitu
halnya dengan Angklung yang pada November-Desember 2010 ini resmi dinyatakan
sebagai warisan dunia oleh Unesco, mengiktui batik yang telah dahulu
melenggang.a
Tidak hanya
di bidang linguistik dan produk budaya. Dalam bidang seni budaya, sastrawi dan
intelektual dunia mencatat beberapa nama penulis nasional yang dikenal. Romo
mangun dengan karya Burung-burung Manyar (1991) yang memenangkan penghargaan
South East Asia Writers, karya yang mengundang kontroversi karena dianggap
terlalu kritis terhadap pemerintahan. Ada juga Mochtar Lubis dengan Sendja
di Djakarta yang menceritakan kebobrokan pola budaya korupsi, karya ini
juga dianggap subversif terhadap negara dan ditolak kehadirannya pada dekade
1960-an.
Nama lain
yang menjadi sorotan dunia luas termasuk Achdiat Karta Mihardja, Umar Kayam, and
Budi Darma. Dijagat kepenyairan sebutlah nama-nama seperti si burung merak
Rendra, Subagio Sastrowardojo, Goenawan Mohamad, Sutardji Calzoum Bachri, dan
Sapardi Djoko Damono.
Nama yang
disebut terakhir mempunyai karya yang tak kalah abadi diatas deretan nama dunia
seni dan intelektual. Sapardi Djoko Damono terlahir pada 20 Maret 1940 di Solo,
seorang penulis dan penyair berkualitas, merupakan anak pertama dari pasangan
Sadyoko dan Sapariah.
Selain
sebagai professor dan mengajar sastra, Sapardi, pernah menjadi Dekan Fakultas
di Universitas Indonesia. Ia juga termasuk anggota pendiri Yayasan Lontar,
sebuah organisasi nirlaba independen yang berdiri sejak 1987 didirikan bersama
penulis lainnya seperti Goenawan Mohamad, Umar kayam, Subagio Sastrowardoyo, dan
pengalih bahasa asal amerika John H. McGlyn.
Salah satu
karya signifikan dari anggota pendiri yayasan yang bervisi untuk menstimulasi
perkembangan dunia sastra nasional dengan langkah progresif dan menyediakan
peta lahan bagi generasi masa depan ini adalah karya John H. McGlyn berjudul Indonesia
in the Soeharto Years - Issues, Incidents and images yang dikeluarkan pada 2005 lalu. Salah satu
artefak belantara pemikiran yang cukup komprehensif untuk mengambarkan
perenungan tentang perkembangan dunia intelektual di zaman ketika Presiden
Soeharto memimpin Republik Indonesia selama 32 tahun (Soekarno memimpin selama
21 tahun).
Bakat
kepenulisan dan kepenyairan Sapardi berlangsung unik. Sapardi yang biasanya kluyuran
dari satu tempat ke yang lainnya, dari satu daerah ke daerah baru lainnya
tiba-tiba menyukai suasana kesendirian yang selaras dengan Desa Komplang yang
hening seperti tidak menawarkan bentuk kehidupan dunia apapun selain berdiam
diri di rumah.
Tak seperti
ketika tinggal di Desa Ngadijayan sebelumnya yang menyebabkan Sapardi kluyuran
kesana kemari, di desa baru ini, Sapardi lebih betah menyendiri dan
mendengarkan intuisi beserta telinganya sendiri."Mungkin karena sesuatu
yang 'aneh' itu menyebabkan saya memiliki waktu luang banyak dan 'kesendirian'
yang tidak bisa saya dapatkan di tengah kota," tutur Sapardi beralasan
dalam sebuah buku tentangnya, Sapardi Djoko Damono : Karya dan dunianya.
Pikiran
lidah batin Sapardi akhirnya mengembara dalam dunia imajiner bentukkannya
sendiri. Terus menerus melakukan perenungan dan perjalanan batin dalam
kesendirian, Sapardi masuk ke dalam sanubari terdalamnya, membongkar kata dan
frasa. Tanpa henti.
Di era ini,
bulan November 1957, Sapardi memulai belajar menulis puisi dan meulis apa saja
yang menurutnya menarik. Satu hal penting yang dia lakukan adalah mencari
kemurnian kata dalam pemikiran sendiri yang membebaskan dia dari segala kutipan
dan penerjemahan. Meski sebenarnya dia sudah pernah menerjemahkan tulisan karya
orang yang dia sendiri lupa milik siapa.
Tahun berikutnya
di masa pembelajaran tersebut, karya Sapardi muncul di ruang kebudayaan beragam
penerbitan, diantaranya yang dikomandoi oleh H.B. jassin. Penanda tangan
Manifes Kebudayaan yang dilarang oleh pemerintah Soekarno dan dimusuhi gerakan
Lekra juga kaum nasionalis kiri ini melukan tukar pikiran atau tafsir ulang
atas karya sastra seperti Karl may atau lakon Murder in Cathedral karya T.S.
Eliot dalam catatan pinggir halaman.
Salah satu
sajaknya yang terkenal dan dikutip dalam suatu konferensi internasonal oleh
Narasima Rao, Perdana Menteri India, berjudul Pilgrimage (Suddenly the
night, 1988:13) yang merupakan terjemahan dari Ziarah (duka-Mu abadi,
1975:30-31). Tapi pembaca satra awam pun akan mengenal satu karyanya yang
sampai sekarang masih terus terasa segar ketika dibaca berulang kali sejak
pembuatannya, sajak tersebut berjudul sederhana, ditulis dengan bahasa
sederhana tetapi mengandung makna filosofis yang tidak sederhana. Jujur dan
mengalun.
Aku ingin
mencintaimu dengan sederhana,
seperti
kata-kata yang tak sempat terucapkan
oleh kayu
kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin
mencintaimu dengan sederhana,
Seperti
isyarat yang tak sempat dikatakan
oleh awan
kepada hujan yang menjadikannya tiada.
- Aku
Ingin, Sapardi Joko Damono
Puisi atau
sajak diatas sama sederhana dan dalam seperti sajak basa Sunda karya Didin
Tulus berjudul pipisahan, perpisahan, yang dimuat dalam buku kumpulan
sajak dan puisi Surat ti bali (2009:23).
Paturay ieu
lain keur
ahir carita
tapi hiji
lengkah-lumampah
nyorang
kabagjaan
jero dunya
sorangan
Terjemah
bebas karya sajak basa Sunda tersebut :
Pertemuan
ini
bukan ahir
cerita
tapi satu
jejak-langkah
mencari
kebahagiaan
dalam dunia
sendiri
Salah satu
nukilan puisi dan kumpulan sajak yang ditulis dalam bahasa Sunda oleh penulis
dan pegiat sastra dengan nama pena Didin Tulus ini adalah representasi dari
keberlangsungan perkembangan dunia sastra Sunda pada umumnya.
Karya-karya
yang dalam buku Surat ti Bali (Surat dari Bali) merupakan simpul
keberlangsungan antar generasi hingga kiwari. Dalam jagat literatur karya
sastra seperti puisi dan sajak dengan menggunakan medium bahasa Sunda masih
bisa dihitung dengan jari, terlebih karya dari generasi muda yang mayoritas
menggunakan bahasa nasional Indonesia sebagai pengantar atau bahasa asing yang
lebih populer dengan semangat zamannya yang sudah mengglobal.
Tidak hanya
karya puisi dan sastra bahasa Sunda yang langka di percaturan literatur, dalam
ranah penelitian pun kearifan budaya lokal mengalami hal yang sama. Karya penelitian bisa dilacak dalam buku-buku
Tini Kartini dkk., Biografi dan karya Sastrawan Sunda Masa 1945-1965 (1978),
Yuhana, Sastrawan Sunda (1979), Daeng Kanduruan, Sastrawan Sunda
(1979), Haji Hasan Mustapa (1985).
Ada juga
kolaborasi dalam buku Ajip Rosidi dan Haji Hasan Mustapa jeung karya-karyana(1989).
Yang paling kiwari dari karya seniman basa Sunda adalah Ensiklopedi Sunda
(2000) dan Apa Siapa Orang Sunda (2003), keduanya ditulis oleh seniman
produktif asli Sunda yang kuat akan integritas dan kritis, Ajib Rosidi
(1938-sekarang).
Komentar
Posting Komentar