Dialog mengenai perubahan tidak melulu menjadi hak
prerogatif parlemen, hal ini
akan lebih hidup justru di tengah obrolan warung kopi komunitas
masyarakat yang pro-aktif dengan versi mandirinya.
Sebagai respon
solidaritas terhadap penggusuran lahan hidup dan konflik agraria di Rembang,
Pandang Raya, Bandung & dimana saja di Nusantara, Kerja Kolektif Jaringan
yang terdiri dari Perpustakaan Jalanan, Boredoom, Grimloc, Bandung Pyrate Punx,
Rumah Pirata, Himadu, Network of Friends dan Forum Komunikasi Masyarakat
Agraris mengadakan sebuah kegiatan bertajuk "A Luta Continua".
Acara tersebut berlokasi di ABCD Rempag,
Ruang Hima Universitas Pasundan, Setiabudi No. 193, Sabtu, 1 November 2014,
pukul 2.00 BBWI sampai dengan tengah
malam. Sesi diskusi dimediasi oleh Herry Sutresna dan
Billy Agustan, dan acara keseluruhan dipandu oleh Adi dari Error Brain.
Pertunjukan langsung diawali dengan penampilan pembacaan puisi, musik akustik,
lalu dilanjut dengan penampil seperti Ayperos, KontraSosial, dan Eviction yang
semuanya tampil bergemuruh di lorong Ruang Himpunan Mahasiswa Universitas
Pasundan, Setiabudi, Bandung.
Adapun rangkaian acara terdiri dari beragam menu, pertama, Lapak
Gratis, sebuah kegiatan stimulus untuk merangsang masyarakat mengenai dekonsumerisme
dengan cara ‘berbagi’, disini partisipan dalam bagian komunitas diajak untuk berdialog
mengenai kebutuhan primer dengan solusi yang tidak selalu bersifat nilai tukar.
Kedua, Artshow Poster Solidarity, atau Pertunjukan Poster Solidaritas, sebuah
kegiatan eksebisi solidaritas melalui karya rupa yang digawangi oleh
Perpustakaan Jalanan, Boredoom, dan Himadu dengan latar partisipan yang
mengirimkan masukan karyanya.
Ketiga, Pemutaran Film Dokumenter, pengunjung ‘A Luta Continua’ diajak
untuk menyaksikan karya film yang terkait dengan isu agraria dan kondisi ri’il
sosial di Nusantara secara umum, khususnya di Rembang. Acara tidak berlangsung
monolog melainkan diselingi diskusi sekaligus untuk mencairkan gunung es. Kasus
per kasus coba ditelaah dalam diskusi informal tersebut, mulai dari kekerasan
struktural negara kepada rakyatnya sampai mengulas bagaimana kiat bertahan
menyerukan perubahan dan hak warga ditengah represi aparatus dan pemodal.
Fenomena jam malam di Bandung, misalnya.
Menariknya juga, dalam helaran tersebut ada pojok literatur dengan menu
utama yang spesifik berupa ‘Lapak Literatur Anarkis dan Anti Otoritarian’,
kehadiran buku-buku tersebut manjadi nilai lebih dalam sebuah eksebisi musik
tanpa kehadiran dukungan korporasi tembakau yan selalu eksis bahkan dalam gig
yang diklaim bawah tanah sekalipun. Hadir mengelilingi situs acara para relawan
kotak amal ‘Lapak Donasi Rembang dan Pandang Raya’, seluruh dana yang
dikumpulkan tersebut seratus persen ditujukan bagi Masyarakat Rembang dan
Pandang Raya yang sedang aktual baru-baru ini.
Pamuncak acara ini adalah ‘Pembacaan Puisi dan Respon Publik’ mengenai
isu yang dibahas dalam ‘A Luta Continua’, lalu dihajar dengan rentetan gemuruh
distorsi oleh para penampil seperti Ayperos (necropunk), Kontrasosial (d-beat
punk), Eviction (crust n roll) diantara penyaji yang juga ambil bagian seperti
Talamariam (spoken words), We The People! (hc/punk), Sampar (acoustic), StrikeBack (hardcore), dan Disabled (crust) sampai permainan visual
analog OHP dalam agenda.
Tentunya kegiatan positif seperti ini harus terus disemai, dimanapun di
Nusantara, menuju masyarakat yang dinamis dan intim diantara komunitas
terkecilnya dalam memperbarui kultur zaman. Tidak ada lagi fenomena massa
mengambang atau strata-sosial-ngehek, karena di era informasi ini kebodohan
adalah sebuah pilihan. Dan kembali ke zaman yang enak adalah kepada Indonesia
yang bergembira semua, bersuka ria, seluruh poros ikut berjuang.
Komentar
Posting Komentar