Di podium
itu dia bak singa yang terus mengaung dengan semangat pencerahan dan persatuan,
hampir semua kalimat yang diutarakan dalam mimbar bebas atau diskusi harian
ditekankan dengan intonasi membara. Semua yang melihat seakan tersihir magis.
Sosok itu
adalah salah satu pendiri republik bernama Indonesia, Soekarno. Salah satu
murid H.O.S Cokroaminoto ini sangat menggelora di masa mudanya, yang terkenal
diantara semua selain pengucapan teks proklamasi adalah pledoinya di pengadilan
kolonial Gedung Indonesia Menggugat, Bandung.
Soekarno
terlahir di Blitar, Jawa Timur, pada 6 Juni 1901 ini merupakan representasi
zodiak gemini. Maka Tak heran sosok karismatik dan flamboyan ini selalu tampil
dengan aura penuh kecerdasan, pandai berkomunikasi, dan gesit.
Sebagai
pemimpin Soekarno adalah sosok tangguh yang tidak bisa dianggap remeh. Negara
adi kuasa yang memainkan percaturan politik dunia sangat menyegani macan
asia ini, julukan bagi sang proklamator Indonesia.
Salah satu
kedigdayaan pemikiran Soekarno terhadap barat diantaranya ketika menyatakan
keluar dari Perserikatan Bangsa Bangsa dan mendirikan Gerakan Non Blok guna
menyatukan kekuatan timur sebentang Asia-Afrika.
Alasan yang
melatarinya adalah bahwa PBB sudah tidak lagi menjadi lembaga netral untuk
mengayomi keadilan dan kesejahteraan bagi negara-negara di dunia. PBB dipandang
sebagai cerminan kolonialisasi sistemik guna melanggengkan penjajahan terhadap
bangsa timur.
Hasilnya,
pada 18 April-24 April 1955, di Gedung Merdeka, seluruh delegasi dari negara
Asia dan Afrika memenuhi kota Kembang guna mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi
Asia Afrika. Momen tersebut menjadi salah satu pemicu negara Asia Afrika untuk
memerdekakan diri dari belenggu kolonialisme barat dan bekerjasama dalam bidang
ekonomi-budaya melawan imperialis kolonial.
Transisi
sejarah kepemimpinan Soekarno adalah ketika memandatangani Supersemar, Surat
Perintah Sebelas Maret 1966. Hingga kini surat kontroversial tersebut tidak
pernah ketahuan rimbanya.
Berbekal
surat sakti tersebut Letnan Jendral Soeharto menjelma menjadi presiden depotik
yang akan menghalalkan segala cara dalam dalam menjalankan roda kekuasaan.
Soeharto yang bertangan dingin membentuk kerajaan politiknya yang berlangsung
hingga tiga puluh dua tahun sampai 21 Mei 1998 setelah digulingkan melalui
demostrasi mahasiswa dan pro reformis.
Partai yang
beragam dikerucutkan menjadi tiga, yakni Partai Persatuan Pembangunan, Golongan
Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia. Hal tersebut dimaksudkan untuk
memudahkan monitoring terhadap aktivisme politik arus bawah dan utama supaya
mudah dikendalikan dan satu suara dengan platform ode baru : orde pembangunan.
Nasib
serupa menimpa kebebasan pers Indonesia, dibawah Departemen Penerangan pimpinan
Harmoko yang merupakan suksesor setianya, kebebasan memperoleh informasi dan
hak mengutarakan pendapat hanya merupakan impian sang bolong. Kritik sosial
terhadap pemerintahan adalah cara bunuh diri pelan-pelan zaman itu, pihak
berwajib yang menjadi ideological state apparatus akan mensensor
suara-suara demokrasi.
Penulis
besar Pramudya Ananta Toer adalah saksi dari kekuasaan rezim yang pro
kapitalistik dan menihilkan demokrasi tersebut.
Atas nama
kesatuan sesuatu pemberitaan yang tidak sesuai dengan protokol orde baru akan
sangat mudah dilabeli cap ekstrimis, anti pembangunan, komunis, gerakan
pemberontak keamanan, kaum separatis. Demokrasi Indonesia berjalan semu dibawah
bayang kontrol Soeharto dengan kekuatan militer dan kroni yang berada ditempat
pengambil kebijakan strategis negara seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat
atau Dewan Perwakilan rakyat.
Orde baru mengemuka dengan seluruh hasil pembangunannya. Proses
de-Soekarnoisasi berjalan pada perombakkan sistem pemerintahan. Partai Komunis
Indonesia yang merupakan partai pendukung terbesar pemerintahan Soekarno yang
pro rakyat dihapuskan dalam berbagai ajang demokrasi seperti pemilihan umum.
Anggota parlemen yang di cap bagian orde lama langsung diganti dan hasilnya
pertanggungjawaban Soekarno dihadapan sidang ke empat Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara (MPRS) tahun 1967 ditolak Soeharto. Secara de jure Soekarno adalah
presiden tanpa ijasah pemerintah dan Soeharto menjadi Presiden Republik
Indonesia melalui Sidang Istimewa di tahun yang sama.
Presiden
Soekarno yang penuh dengan romansa dan dialek praksis sejarah ini adalah sosok
bintang gemini sejati. Cerdas, bernas, flamboyan. Bagaimana dengan Anda, apa
ramalan bintang seperti gemini diatas mencerminkan identitas sebenarnya?
Komentar
Posting Komentar