"Mereka sangat ramah dan terbuka,
satu hal ditunjukkan adalah rasa percaya diri untuk berkomunikasi, tidak usah
takut dengan keterbatasan bahasa, dan mereka pun akan mengerti kita."
-Robin Hutagaol, tentang sikap
egaliter untuk berkomunikasi dengan musisi manapun, baik yang berasal dari
dalam atau luar negeri.
Suasana hari itu menjelang sore, para
penonton sudah mulai ramai mengelilingi area pertunjukan. Sosok yang satu ini
nampak membaur dengan massa diluar pintu masuk acara, tak lama kemudian setelah
acara dimulai ia bergegas masuk, berkeliling, dan menyapa kolega lamanya. Ia
menjadi saksi acara yang bertajuk Disgorge-Live Indogrindnesia Tour 2004,
sebuah eksebisi musik super ekstrim yang mendaulat Disgorge sebagai salah satu
benih kelompok musik berbahaya dari komunitas metal California dan indikator
percaturan death metal kontemporer internasional.
Dengan sepatu New Rocks, celana
pendek hitam, piercing, dua gelang kulit dengan duri spike, dan kaos
hitam bertuliskan kelompok musik yang dibidanya kala itu, Noxa, semakin kuatlah
identitas yang dicitrakan oleh sang empunya nama Robin Hutagaol. Metalheads! Di
sela pertunjukan berlangsung, Robin yang semasa hidupnya dikenal komunitas
musik tanah air khususnya Jakarta underground sebagai penabuh drum pionir genre
trash, Sucker Head, itu nampak serius memperhatikan performa perdana dari Levi
Fuselier (vokal), Ben Marlin (bas), Diego Sanchez (gitar), dan terutama Rick
Meyers pada drum.
Tak tanggung ia berada di area mixing
untuk membantu teknisi belakang panggung membenahi kualitas suara mereka. Ia
seakan memaklumi kebutuhan kelompok musik ini diatas panggung untuk tampil
prima dengan kerapatan hiper drum di track lawas seperti She lay
Gutted yang dimainkan Rick, bersanding dengan kerapatan tangga nada yang
disuguhkan Diego seperti dalam Consume the forsaken. Kelompok ini tampil
tanpa tedeng aling-aling, buas dan beringas, performa Ben yang dikenal ramah
berubah seratus delapan puluh derajat sepadan dengan suara vokal Levi yang
rendah dan menggerutu.
Ini salah satu kontribusi kecil yang
dilakukan seorang penggila dan pengemar musik cadas yang hanya berusia sampai
umur 35 tahun untuk menyukseskan penampilan perdana kelompok musik asal San
Diego pada 2 dan 3 Mei 2004 silam. Acara sederhana pun terbilang aman dan
sukses meski hanya dihadiri sekitar 200-an penonton, buktinya, mereka melakukan
lawatan untuk kedua pada tahun-tahun berikutnya dengan promotor yang sama, Deep
Insight.
"Robin itu metal banget, dia
pingin hidup dari musik metal, dari apa yang dia suka dan hobi. Dia pingin
membuktikan kalau musik metal bukan sekadar hobi tapi bisa menguntungkan juga
dan dia berhasil di sana. Musik metal bisa menghidupi elo, bisa dijadikan
pegangan hidup," kenang Joni seperti yang dituturkannya kepada Rolling
Stone Indonesia, sobat kental yang telah berteman lebih dari dua puluh lima
tahun dengan almarhum dan selama sepuluh tahun terakhir membuka toko metal
Ishkabible di Jakarta.
Meski berumur singkat karena menjadi
korban tabrak lari Januari 2009 lalu, pengabdiannya terhadap musik metal
dikenang seumur hidup! Ia berjuang keras untuk menorehkan merah putih di kancah
metal internasional. Cita-cita ini yang akhirnya diteruskan oleh Tonny (vokal),
Nyoman (bass), Ade (gitar) dan Alvin (drums) selama durasi 40 menit dengan
komposisi super cepat grind core ala Napalm Death atau Terrorizer dalam sebuah open
air festival bernama Obscene Extreme Fest pada 14-16 Juli 2010 lalu di
Republik Chech.
Selain Noxa yang tampil pada hari
pertama, acara tahunan yang telah menampilkan 381 kelompok musik berbagai dunia
kurun 1999-2009 itu menghadirkan Misery Index, Doom, D.R.I, Cripple Bastards,
Avulsed, dan total 66 partisipan dengan tajuk Silence is sucks.
Komentar
Posting Komentar